Kamis, 26 April 2012

Shilla Dan Mahkota Peri Part 9


“bagus ya! Hampir seperti asli, kan?” ujar agni bangga. Ia menunjuk mehkota –mahkota yang menumpuk di gudang.
“apa?” jawab oik. Kepalanya pusing
“apa maksudmu, ‘hampir seperti asli’?” tanya shilla
                Agni memungut salah satu mahkota dari tumpukan itu.”yah, semua ini palsu, tentu saja,” katanya. “untuk pesta hari kedatangan, kami membuatnya persis seperti mahkota asli ratu winda. Reencananya, kami akan meletakkan satu mahkota di setiap kursi. Setiap peri akan memakainya selama pesta berlangsung dan membawanya pulang sebagai kenang – kenangan!” agni tersenyum dan memeakai mahkota palsu itu dikepalanya. “ide yang bagus, kan?” ia menambahkan
                Shilla dan oik tidak berkata apa – apa. Mereka hanya melongo dan menatap mahkota – mahkota palsu itu dengan mata terbelalak. Agni pun melanjutkan ceritanya.
“tapi ketika ratu mengumumkan mahkotnya hilang,” ujar agni sambil menatap shilla sekilas, “dan pesta batal diselenggarakan, kami tinggalkan saja semua mahkota disini.” Agni melepas mahkota dari kepalanya dan meletakannya lagi ditumpukkan. “sekarang kami bingung, akan diapakan semua mahkota ini.”
                Shilla mendesah. “kalau begitu kuberitahu kau apa yang pertama – tama harus dilakukan,” katanya.
                Agni menatap shilla. “apa?” tanyanya

“mencari mahkota asli diantara semua mahkota asli diantara semua mahkota ini”
                Sekarang agni yang bingung. Oik menjelaskan semua dari saat ify meninggalkan mahkota itu untuk diperbaiki penyoknya dibengkel gabriel sampai sivia meninggalkan mahkota dan tasnya didalam kereta balon.
                Mata agni membelalak saking shocknya. “tapi itu artinya...” suaranya melemah ketika ia mengatakn, “mahkota itu ada didalam tas beledu... dan kami melemparkannya ke sini...”
                Oik dan shilla mengangguk. Ya, mahkota asli ratu karya seni tak tergantikan dari masa awal pixie hollow ada disini. Entah dimana digudang yang gelap dan berdebu ini.
                Bagaimana mungkin mereka menemukannya, diantara ratusan mahkota palsu yang persis sama dengan aslinya?
“agni,” ujar oik akhirnya, “siapa yang membuat mahkota palsu itu? Siapa yang mencontoh benda aslinya dengan demikian baiknya?”
“ray,” jawab agni. “kau tahu, dia salah satu peri laki – laki yang berbakat seni. Makan waktu cukup lama baginya untuk meniru aslinya.”
***

                Tak lama kemudian, ray yang berwajah murung sudah berada di gudang itu, di tengah tumpukan mahkota yang sedemikian banyaknya. Oik, shilla, dan agni baru saja menceritakan seluruh kejadian padanya.
“ya, emang aku berusaha keras agar mahkota – mahkota palsu ini kelihatan persisi sama dengan asli,” kata ray pada para peri dengan nada sedih. “dan sekarang kita semua menyesal karena aku menirunya begitu persis”
                Ray yang malang! Ia telah bekerja keras sekali membuat cendera mata untuk pesta. Tapi kemudian pesta itu dibatalkan. Sekarang tampaknya semua mahkota itu akan mubazir.
                Tapi shilla tidak bersimpati padanya. Ia sedang kesal memikirkan tugas mereka selanjutnya. Mencari yang asli diantara semua mahkota palsu itu sama saja seperti mencari jarum ditumpukkan jerami. “jadi,” katanya dengan tidak sabar pada ray, “adakah cara untuk membedakan mahkota asli dari yang palsu?”
                Ray mengangguk. “ada,” jaawabnya. “tapi bukan dengan melihat mahkota ini satu per satu.” Ia memungut salah satu mahkota. “kaulihat ukiran logam yang halus ini? Deretan batu bulan? Batu opalapi yang besar ditengah?” ia menunjukkan semua keindahan mahkota. “ketika membuatnya, aku menggunakan potongan kaleng dan permata palsu. Tapi dengan menaburkan banyak debu peri dan sulap khusus, aku menghaluskan semua kekurangannya. Sama sekali tak kelihatan kan bahwa mahkota ini palsu?”
                Ketiga peri itu memerhatikan mahkota yang dipegang ray. Memang betul. Takkan ada orang yang menduga, itu bukan mahkota asli.
                Tapi ketika ray mengatakan “kekurangannya”, oik mendapat akal. “tapi bagaimana dengan penyoknya? Mahkota asli itu sedikit penyok, dan ify ingin memperibaikinya. Bagaimana kalau kita mencari mahkota yang ada penyoknya?” tanya oik pada ray. “yang ada penyoknya itulah yang asli, iya, kan?”
                Ray menggeleng. “kurasa cara ini tidak bisa dipakai. Aku mencontoh mahkota asli itu persisi seperti aslinya lengkap dengan penyoknya.” Ia menunjuk bagian penyok di mahkota yang dipegangnya. “tentu saja, kelak efek debu peri itu akan hilang,” ia melanjutkan. “mahkota palsu akan kembali kebentuk semula; hanya lempengan logam yang ditempeli bongkahan kuarsa dan batu kerikil berwarna.”
                Tapi itu akan makan waktu berbulan-bulan. Padahal perlu menemukan mahkota asli sekarang juga.
“hanya ada satu bagian dari mahkota asli yang tidak bisa kutiru,” ray menambahkan.
                Wajah para peri berseri-seri mendengarnya.
“bila diletakkan dikepala seseorang, mahkota asli akan melekat pas sekali dikepala pemakainya,” ia menjelaskan. “kemampuan sulapku tidak cukup ampuh untuk menciptakan hal itu. Jadi, mahkota palsu itu semua berukuran sama, lima.”
                Ternyata, tak satu pun dari mereka berukuran kepala 5. Oik dan agni berukuran 4. Ray 6. Shilla 3½.
                Mendengar itu shilla tertawa mengejek. “jadi maksudmu,” katanya, “kita harus mencoba semua mahkota ini sampai menemukan mahkota yang secara ajaib pas dengan kepala kita?”
                Ray mengangguk. “oh. Ada satu hal lagi,” katanya. “ada kata-kata yang harus diucapkan ketika memakai mahkota itu. Kata-kata inilah yang akan mengeluarkan keajaiban mahkota asli.”
                Shilla menatap ray dengan waspada. “kata-kata apa?” tanyanya. Sepertinya shilla takut mendengar jawabannya.

“pixie hollow
Mother dove
Dunia yang kita hargai
Dunia yang kita cintai.”

                Shilla mengerutkan muka dengan jijik. “ih!” serunya. “itu kalimat paling konyol yang pernah kudengar!”
                Oik menepuk-nepuk punggung shilla. “yah, shilla,” katanya. “mungkin kalimat itu tidak lancar diucapkan sekarang. Tapi setelah beberapa jam akan lancar juga setelah beberapa ratus kali kau ucapkan!”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar