Jumat, 20 April 2012

Adil Dong, Ma!


Memang menyenangkan bermain dirumah ray. Semua mainan untuk anak seusia kita, dia punya. Ya, dia punya ruang bermain sendiri dilantai atas rumahnya yang mirip playland, bahkan ada pasir putih dalam bak khusus segala.
                Makanya, sepulang sekolah, aku langsung kerumah ray sampai menjelang sore. Kami bisa tidur-tiduran sambil membaca buku cerita, main ayunan, main boneka, dan main pasir putih.
                “besok, gantian aku yang main kerumahmu ya, dev!” pinta ray
                “ah, nggak usah! Aku nggak punya mainan apa pun dan nanti malah diganggu adikku! Lebih baik main disini saja!” balasku.
                “tapi aku bosan! Aku mau main sama adikmu yang lucu itu!”
                “haah? Kamu pengen main sama oik yang nakal itu? Aku yang kakaknya saja malas main sama dia, kok!”
                “ye, adikmu itu lucu dan bikin gemes, tahu? Dia bisa menyanyi dan diajak bercanda,” balas ray
                Sejenak aku diam, dia kan belum tahu kalau oik itu suka berisik, suka merusak buku serta mainanku, rewel, dan yang membuatku enggan bermain sama dia, ya... karena dia sangat disayang oleh seluruh keluarga.
                Huh, kalau ingat betapa semua orang sayang dan penuh perhatian kepada oik yang baru tiga tahun itu, ( ceritanya disini oik umurnya masih 3 tahun ) aku jadi bad mood, deh! Dulu semua perhatian tertuju kepadaku, termasuk perhatian dari kak ify, kakakku satu satunya. Tapi, sekarang kak ify lebih senang bermain bersama oik.
                “deva!” panggil mama suatu ketika, saat aku hampir naik kelantai atas, sepulang dari rumah ray.
                Aku pura pura tidak mendengar, kemudian mempercepat langkahku. Sepertinya mama mengikutiku, tapi aku cuek saja.
                “deva, mama mau bicara!”kata mama tegas, sambil duduk dikursi belajarku.
                “ya, bicara saja!” balasku ketus
                Sejenak mama mendesah, kemudian memintaku duduk diranjang, berhadapan dengannya. Terpaksa aku duduk juga, meski dengan wajah cemberut.
                “sudah seminggu ini, deva pulang sore terus. Kemana saja sih, sepulang sekolah?”
                “kan, deva sudah bilang pak sopir, kalau deva main kerumah ray!” balasku kesal, kemudian masuk ke kamar mandi tanpa mempedulikan mama yang belum selesai berbicara.
                Aku kesal! Dan aku hanya bisa menumpahkan kekesalanku dikamar mandi sambil menangis. Oik selalu mendapat mainan baru, selalu diajak kemana pun mama pergi, disayang oleh oma dan opa yang kadang malah lupa namaku. Huh, semua itu terasa menyakitkan bagiku.
                Kak ify juga selalu unggul, dia punya koleksi boneka yang dia inginkan. Bahkan, waktu masuk SMP beberapa tahun lalu, dia punya komputer baru dan hp baru. Sedangkan aku hanya mendapat hp bekasnya. Kalau dia pergi sama papa, dia bisa pulang membawa apa pun yang dia mau.
                “dev, kenapa kamu nggak bicara saja bik baik sama mamamu, bahwa kamu terluka karena diperlakukan tidak adil?” tanya ray
                “ah, nggak ada gunanya! Orang dewasa kan, selalu punya alasan!”
                “tapi, kalau kamu memendam kekesalanmu, kamu hanya akan menjadi deva yang pemarah, galak, mudah tersinggung, dan nggak ceria!”
                Aku menoleh pada ray. Apakah benar aku selama ini seperti yang dikatakan ray barusan? Ya, barangkali aku memang bukan sahabat yang baik, mungkin aku terlalu egois, sehingga aku nggak punya banyak teman, selain ray.
                “aku pasti nggak bisa bicara didepan mama, karena aku pasti akan menangis duluan, saking banyaknya rasa sakit hatiku....”
                “ya, menangis saja dulu, baru mengungkapkan isi hatimu sama mama kamu. Seorang mama pasti bisa mengerti perasaan anaknya,” kata ray menasehati.
                Apa benar begitu? Dulu, sebelum ada oik, aku dan mama memang sering bicara dari hati ke hati, sehingga kami merasa dekat dan mengerti satu sama lain.
                Ah,  tapi aku masih ragu...mama kan, sekarang sibuk mengurus oik....
                Hari minggu ini, opa dan oma berkunjung kerumahku. Mereka langsung asyik dengan oik, lalu opa ngobrol seru dengan kak ify. Tahu nggak, mereka sama sekali tidak menanyakan kepada mama dan papa, mengapa aku tidak bersama mereka. Huh, opa dan oma benar benar telah melupakan aku!
                Ah, lebih baik aku kerumah ray saja. Ya, kupikir itu lebih menyenangkan, daripada dirumah melihat keceriaan orang orang yang bahkan tak memedulikan aku lagi.
                “deva, mau kemana?” tanya mama
                “mau kerumah ray!” jawabku singkat
                “lho, semua keluarga kan, sedang berkumpul di rumah. Masa, deva malah pergi...”
                Aku sudah hampir menangis karena rasa kesal, marah, kecewa, iri, dan entah apalagi....
                Tiba tiba mama merangkul aku, kemudian mengajakku duduk diteras belakang.
                “deva, jujur saja sama mama, ada pa sebenarnya sama kamu?”
                Sejenak aku ragu, tapi karena terlanjur ketahuan aku menangis, aku malah menangis sepuasnya. Kemudian, sambil sesekali menahan isak tangis, aku bilang sama mama tentang perasaanku yang sebenarnya, yaitu bahwa aku merasa diperlakukan nggak adil, nggak disayang, dan nggak diperhatikan. “kalau mama memang sayang sama deva, mestinya mama adil, dong! Bukan Cuma adik dan kakak yang butuh perhatian mama. Deva juga butuh, ma...”
                Tanpa kuduga, mama langsung memelukku erat sekali. Kemudian, mama menghapus air mataku dan air matanya yang juga telah membasahi pipinya.
                “sayang, mama nggak menyangka bahwa hal hal sepele seperti itu telah melukai hatimu. Maafkan mama ya, sayang! Mungkin mama terlalu sibuk, sehingga nggak memerhatikan hal hal kecil yang ternyata sangat berarti bagimu. Sekarang mama akan lebih memerhatikan kalian dengan baik. Sungguh mama menyesal telah membuatmu terluka...”
                Ah....lega sekali hatiku. Seolah sebongkah batu dalam hatiku telah hancur, setelah kuungkapkan semua perasaanku kepada mama. Terima kasih ray, setelah aku jujur dan terbuka sama mama, ternyata semuanya memang menjadi lebih baik. Aku sangat ingin punya banyak teman seperti ray yang ramah dan selalu ceria.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar