Sabtu, 21 April 2012

Shilla Dan Mahkota Peri Part 3


                Shilla masih shock. Ia duduk ditanah, dibawah bayang bayang semak mulberry, dan menatap kosong kedepan. Ia belum beranjak sampai ia benar benar sendirian. Lalu, sambil menghela napas, ia berdiri dan berpaling. Ia terkejut melihat oik duduk diatas jamur disisi lain halaman.
                Oik silembut hati adalah salah satu peri never yang termuda. Ia penghuni baru pixie hollow. Ia belum mengenal shilla sedekat peri peri lainnya. Tapi ia pernah berada didekatnya lebih lama daripada kebanyakan peri lain. Sebab oik, bersama sama dengan shilla dan acha, pernah dipilih mother dove untuk melakukan perjalanan guna menyelamatkan telurnya. Perjalanan itu tidak mudah. Acha dan oik terpaksa bekerja sama dengan shilla demi kebaikan never land. Dan pada akhirnya, mereka berhasil.
                Sepanjang perjalanan itu, oik merasa ia jadi mengenal shilla sedikit lebih baik. Oik paham, mengapa teman temannya menganggap shilla peri yang sulit. Kadang kadang ia memang kasar dan egois. Ia bahkan tega menyakiti mother dove untuk mendapatkan bulu segar agar ia dapat terbang lebih cepat. Shilla mengakuinya sendiri. Tapi oik melihat sisi lain shilla juga. Menjelang akhir perjalanan itu, shilla dihadapkan pada pilihan sulit: membagi debu perinya untuk menyelamatkan never land atau menyimpannya sendiri, membiarkan seluruh pulau itu kehilangan keajaibannya.
                Shilla memilih untuk berbagi.
                Mungkin karena alasan itulah, oik masih berada dihalaman setelah rapat darurat selesai. Berbeda dengan peri peri yang lain, oik tidak percaya shilla sejahat itu.
“shilla, kau tidak apa apa?” tanya oik. Ia terbang mendekat dan mendarat disisi peri terbang cepat itu.
                Shilla melambaikan tangan, seolah mengusir oik. “oh, tidak perlu mengasihani aku, sayang,” jawabnya. Ia memaksakan diri tersenyum, tapi senyumnya segera lenyap. “kaukira aku cemas? Coba pikir lagi deh! Kau tahu mengapa aku tinggal sendirian di pohon plum asam itu? Menurutku kalian semua menjengkelkan! Sebodo amat aku diusir dari pixie hollow! Aku benci tempat ini!”
                Oik tidak percaya. Ia melihat ketakutan dimata shilla. Oh, ia tahu shilla menganggap pixie hollow menjengkelkan. Tapi bahkan shilla pun tidak akan mau dipaksa meninggalkan rumahnya dan hidup sendirian, jauh dari kaumnya, untuk selama lamanya.
“aku akan membantumu, shilla” oik menawarkan. “besok kita akan mengadakan penyelidikan. Kita akan bertanya tanya dan mencari informasi tentang apa yang sesungguhnya terjadi pada mahkota itu. Ini misteri yang perlu dipecahkan, betul tidak?” oik melompat jungkir balik ke udara. “kita akan menjadi detektif!”
                Shilla mengerutkan alis dan melirik oik. “mengapa kau mau membantu aku?” tanyanya curiga. “dan mana kau tahu, bukan aku yang mengambil mahkota itu?”
                Oik mendarat dan mengangkat bahu. “entahlah,” katanya. “mungkin kau yang mengambilny. Tapi kurasa tidak”
                Shilla sadar, oik belum menjawab pertanyaannya yang pertama. “dan mengapa kau mau membantuku, sayangku?” shilla bertanya lagi.
                Oik berpikir sejenak. Ketika baru tiba di pixie hollw, ia sempat kesulitan untuk mengetahui bakatnya. Bakat sangat penting bagi kaum peri. Peri bergaul dengan peri lain yang berbakat sama. Mereka makan bersama. Sahabat akrab peri adalah peri sesama bakat. Tanpa mengetahui bakat apa yang dimilikinya, oik sulit mencari tempatnya di pixie hollow.
                Akhirnya, oik tahu ia peri dengan bakat khusus peri pertama yang berbakat mengunjungi daratan dan bertepuk tangan. Tidak ada anggota lain dalam bakat itu. Lama kelamaan, oik betah juga di pixie hollow. Ia mendapat banyak teman baru. Ia telah menemukan tempatnya.
                Tapi ia masih ingat hari hari pertama itu.
                Oik menatap shilla lurus lurus. “aku ingin membantumu,” katanya, “sebab aku masih ingat, bagaimana rasanya sendirian”
                Shilla membalas tatapan oik. Cukup lama mereka saling menatap. Shilla belum pernah minta bantuan dan ia tidak terbiasa dibantu. Ia tidak tahu harus berkata apa.
                Shilla membuang pandang. Ia berdehem. Ia menatap bintang bintang. Ia berdehem lagi.
“oke” hanya itu yang dikatakannya pada akhirnya.
                Jawabannya lirih, mirip bisikan. Tapi oik mendengarnya, dan ia mengerti

Tidak ada komentar:

Posting Komentar